LPK RI Minsel Sorot Preman Berkedok Debt Collector

Foto: ilustrasi

 

MINSEL – Belakangan ini perampasan kendaraan dijalan kerap kali terjadi dan dilakukan oleh oknum preman yang berkedok Debt Collector maupun Mata Elang (Istilah mata-mata yang ditugaskan mengawasi kendaraan yang telat bayar).

 

Terkait dengan hal ini, Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia Kabupaten Minahasa Selatan (LPK-RI Minsel) Noldy Poluakan  mengatakan keberadaan mereka (Debt Collector) saat ini sangat meresahkan masyarakat khususnya di Wilayah Minsel. Hal itu bisa terjadi karena ditengarai lemahnya penegakan hukum yang berlaku di negeri ini.

 

“Apa pun dalihnya, selalu yang menjadi korban pasti rakyat kecil, karena tak berdaya sehingga selalu dijadikan kesempatan oleh para pelaku usaha/debitur, jika konsumen/keriditur oneprestasi atau telat bayar maka kolektor yang menagihnyapun sengaja dipilih yang bermuka seram dan sama sekali tidak punya rasa sopan sedikitpun,” jelas Poluakan.

 

Menurut Poluakan, pada dasarnya ketika terjadi penandatanganan kontrak antara Kreditur dan Debitur disitu aja pihak Debitur atau Leasing sudah dalam klausul perjanjian kredit ada beberapa lembar yang harus ditanda tangani oleh pihak Debitur.

Baca juga:  Pembahasan Ranperda Pertanggungjawaban APBD Minsel Tahun 2015 Bakal Molor

 

“Diantaranya adalah, ada beberapa lembar surat perjanjian yang samasekali tanpa dibacakan terlebih dahulu. Kemudian ada lembar terakhir yang sengaja dikosongkan dibawahnya sudah pakai matrai yang harus ditandatangani konsumen (Diatasnya tertulis ‘Surat Kuasa’ yang dalihnya katanya untuk mendaptatkan Fidusia). Dikuasakan ke pihak leasing. Itulah cara untuk mengelabui Konsumen,” ungkapnya.

 

Karena kata dia, aturan yang dipakai selama ini sepihak, sama sekali tidak mengacu pada UU no 42 Tahun 99 tentang Fidusia dimana mengatur tentang jaminan Fidusia.

 

Menurutnya, pihak Leasing wajib mendaftarkan setiap transaksi kredit didepan Notaris atas perjanjian Fidusia ini, dan UU no 9 tahun 99 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur tentang hak-hak Konsumen.

 

“Undang-undang tersebut mengatur Leasing tidak boleh mengexsekusi/ menarik benda atau kendaraan sebelum masa kontrak berakhir atau harus melalui gugatan pengadilan, nanti berdasarkan surat putusan pengadilan benda atau kendaraan tersebut bisa dieksekusi, itupun bukan untuk dikuasai oleh leasing, tetapi di lelang, apa bila konsumen punya pembeli yang harganya lebih tinggi harus dipersilahkan, jika masa angsuran sudah dianggap tua ketika ada hak Konsumen maka harus di berikan,” beber Poluakan

Baca juga:  CEP-FDW Hadiri HUT ke-25 GMIM Efrata Uwuran Dua Amurang

 

Untuk itu pihaknya mendesak agar aparat Kepolisian segera melakukan penertiban kepada sejumlah preman yang berkedok Debt Collector itu. Karena jelas melanggar undang-undang. Selain itu, sangat menimbulkan keresahan ditengah masyarakat.

 

“Terkadang mereka (Debt Colektor) berprilaku sangat tidak manusiawi. Contohnya kendaraan sedang membawa anak-anak, karena telat bayar langsung ditarik dan penumpangnya diturunkan ditengah jalan. Seharusnya terlebih dahulu dilakukan analisa, kenapa cicilan bisa telat, apa faktor penyebabnya. apalagi dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti saat ini pihak kreditur harus menganalisa dengan tajam. Sehingga dapat meminimalisir kejadian kredit macet,” pungkasnya. (ever)